PEMERINTAHAN MADA MASA ORDE LAMA
Pemerintahan pada masa orde lama dibagi
menjadi tiga yaitu
a. Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi
Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya
lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk
sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah
RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia Belanda,dan
mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945
untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas Negara kosong
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan ekonomi,antara lain :
2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (India
merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu
sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak
500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada
Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus
blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang,
serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. .Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari
1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan,
diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor
pertanian merupakan sumber kekayaan).
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa
Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan
perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan
lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha
pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Pada kabinet ini untuk pertama kalinya
terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP)
2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15
Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan
bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)
3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai
Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini sangat melindungi
importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari struktur
colonial menjadi nasional)
4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar,
termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.(Kabinet Burnahudin)
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959,
maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi
Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai
uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000
dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga
barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang
senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai
10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka
inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
PEMERINTAHAN MASA ORDE BARU
Prioritas yang dilakukan
adalah pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing
mulai masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan
awal 1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde
Baru mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tidak membuat rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan
ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang saja. Dampak negatif kondisi
ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
a. Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi
(Migas)
Migas merupakan salah
satu sumber pendapatan utama bagi anggaran belanja negara. Jadi harga Migas
sangat berpengaruh bagi pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak
mengakibatkan menurunnya pendapatan negara.
b. Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya
pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek
pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan
peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman
luar negeri kepada negara – negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh
terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat.
Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar
hutang lama ditambah bunganya.
Akhir 1970-an, proses
pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak
kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan
meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan
1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan
mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi
tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi
pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan
sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian
sebagai berikut :
a. Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan
manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar
mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini
pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong
atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang
ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik
(terutama melalui devaluasi September 1986).
b. Kebijakan struktural demi peningkatan output
melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi
distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan
perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus
monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah
mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif
ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan
pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui
reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi
insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong
agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai
tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang
menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan
seperti itu.
Dampak dari kebijakan
tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus
meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak,
produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang
Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar Hutang inilah
sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh. Pemerintahan
Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang
memberikan dampak sebagai berikut:
a. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa
Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk
mendukung proses industrialisasi.
b. Barang – barang impor (berasal dari luar negeri)
lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga
industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
c. Pembangunan tidak didistribusikan merata ke
seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya
sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha Cina yang dekat
dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
PEMERINTAHAN REFORMASI
Pemerintahan reformasi diawali pada tahun
1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut
presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan pemerintahan Bapak
Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi
pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang
dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar
Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah
terhadap dolar). Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai
dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara
Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar,
membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk
rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan
hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk
mendapat pinjaman dari International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang
Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang
komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998
sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu
1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie
yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup
berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan
keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya
karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak
pendapat
2. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman
wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia
dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena
pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
3. Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah
yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan
hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan
ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan
negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari
intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil
penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan
menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi,
hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai
asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
4. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang
sikapnya kontroversial yaitu
a. mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang
yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan
berbagai masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang
salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang
dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi
masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem
Soft Law bukan Hard Law.Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang
melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak
akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat
dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak
stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan
persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani
menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh
sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga
semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa
negeri ini.
KESIMPULAN :
Perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa
orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian
Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat dari :
1. Kemiskinan yang masih ada
2. Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja
3. Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas
(Indonesia termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
4. Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan
yang kaya
5. Nilai rupiah masih sekitar Rp 9.000-Rp 10.000
6. Masih memiliki hutang ke luar negeri
LITERATUR
5. http://akirawijayasaputra.wordpress.com : Persamaan dan Perbedaan
Kebijakan Ekonomi Pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi
7. Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga,
Jakarta, 1996.
0 komentar:
Posting Komentar